Archiv der Kategorie: all about shinta and family

MPASI Bikin Galau

Belakangan ini banyak banget wara wiri di social media tentang anak yang nggak mau makan. Semakin stress ibunya, semakin emoh anaknya makan dan seterusnya… Kalau Jasper dan Levia gimana?? Mereka sampe sekarang (Jasper udah ampir 4 tahun dan Levia sekarang 15 bulan) hampir nggak pernah yang namanya susah makan… Kecuali kalau mau tumbuh gigi atau pas mereka lagi sakit. Ini mamanya yang beruntung atau saya ketemu metode yang pas sama mereka ya… 😊

Saya bukannya mau sok-sokan kasih tips, tapi mau berbagi saja apa yang saya dan suami diskusikan untuk soal makanan. Kami soalnya emang agak rewel kalau soal beginian, apalagi background saya sebagai food technology dengan kerjaan yang salah satunya ngurusin nutrition factsnya makanan kemasan. Kalau makanannya tidak optimal, gimana anak pekembangannya bisa optimal? Ini bukan cuma masalah berat badan menurut saya, tapi juga perkembangan otak mereka.

1. Anak makan apa yang kita makan

Mau anak suka sayuran? Ya mama papanya juga harus suka dong… Jangan mama papanya makan pizza, ehhh anaknya disuruh makan wortel rebus 😂😂 Kalau salah satu orang tuanya picky eater, biasanya anaknya juga ikutan.

Jadi… Kalau anak mau dibikin suka raw vegetable, ya mama papanya juga harus kompak dong 😊😊 Saya percaya anak selalu memperhatikan tingkah laku kita, termasuk kebiasaan kita makan. Karena itu untuk saya dan suami penting untuk mengubah pola makan kami, biar anak-anak makannya juga lebih sehat.

Untungnya malah double buat kami, anak pinter makanan sehat dan orang tuanya juga jadi lebih sehat 🙂 🙂

2. Makan bersama anak

Saat dirumah sebisa mungkin saya dan suami selalu makan bersama sama anak-anak dengan makanan yang sama. Tentunya karena Levia masih 15 bulan, makanan Levia hanya sedikit diberi bumbu. Tapi keliatannya ya sama 🙂

Saya berusaha untuk tidak 100% fokus pada anak saat makan. Saya berusaha memberi ruang untuk mereka untuk menikmati dan bereksperimen dengan makanan mereka. Untuk Levia saya dari awal menggunakan kombinasi makanan yang dilembekkan dan makanan yang utuh (contoh: kentang rebus).

3. Memberi makan tanpa paksaan

Saya tidak pernah memaksa apalagi sampai marah-marah dalam menyuapin anak. Karena dengan emosi biasanya malah anak makin nggak mau makan. Biasanya saya hanya nyari ide gimana biar makan tidak membosankan.

Tapiiii… saya nggak pernah mulai untuk ikut2an jalan dibelakang anak, sambil nyuapin anak. Big No!!!! Kalaupun Jasper nggak sabar dan mau jalan-jalan sambil makan, Jasper yang harus ke saya dan bukan sebaliknya 😎

Kalaupun contohnya pas makan malam akhirnya makannya nggak banyak, biasanya kira-kira 2 jam kemudian saya tawarin lagi makan yang lain. Saya tidak pernah menawari makanan lain, saat makanan sudah tersaji di meja makan. Semua anggota keluarga ‚harus‘ makan semua makanan yang tersaji. Tentunya saya perhatikan apa yang saya, suami dan anak-anak suka atau tidak.

4. Masak yang simple

Ini menurut saya penting banget, apalagi untuk mpasi pas awal-awal. Saya selalu bikin yang simple dan cepet. Biar kalau anak lagi nggak nafsu makan, sayanya nggak baper 🤣

5. Ajak masak bersama

Masak sama anak emang rempong dan butuh kesabaran extra, tapi ini selalu jadi quality time saya dan Jasper (Levia masih terlalu kecil). Biasanya saya cari resep yang simple dan pasti jadi. Setelah diajak masak bersama, biasanya Jasper makannya juga lahap sekaliii…

Intinya saya yakin kalau anak itu tidak pernah mendengarkan apa yang kita bilang. Beribu-ribu kali kita bilang kalau makan itu penting atau buah dan sayuran itu sehat tapi kalau kitanya tidak memberikan contoh yang baik, maka anak akan lebih ikut pola makan kita yang jelek 🙂

Contoh di atas berhasil diterapkan sama Jasper dan Levia, tapi belum tentu berhasil juga sama anak yang lain ya… Tapi berbagi pengalaman, siapa tau bisa membantu atau sekedar memberi ide 🙂

Getaggt mit , , , ,

Welcome 2022

Akhirnya berakhir juga tahun 2021, tahun yang nano-nano banget rasanya. Banyak ketawanya, banyak air matanya, banyak optimisnya tapi juga banyak kecewanya. Tapi pada akhirnya saat kita berfokus pada hal-hal yang positif aja, maka semuanya jadi berasa lebih ringan di jalanin.

Dan sekarang tahun 2022 sudah dimulai. Ada tiga hal yang aku mau fokus ditahun ini: positive mind, positive vibes and positive life.

Menurutku ini tiga hal yang penting untuk terus menjalankan motto hidup: Menikmati Hari Ini.

Selamat Tahun Baru semuanya… Semoga tahun 2022 ini semuanya menjadi lebih positif. Tidak perlu menantikan semua itu dari lingkungan kita, dimulai dari diri sendiri dulu aja 🙂

Empat Belas Tahun

Empat belas tahun bukan waktu yang sangat lama, tapi cukup lama untuk membentuk kita menjadi pribadi yang berbeda. Matt dan saya adalah sosok yang sangat berbeda empat belas tahun yang lalu. Pemikiran dan prioritas kami juga tentunya sangat berbeda dengan sekarang.

Saya nggak pernah mencari pasangan yang bisa membiayai kehidupan saya atau pasangan yang mempunyai segalanya. Untuk saya pasangan adalah sosok yang berada disamping saya, sejajar dengan saya, berjuang bersama saya dan bersama menikmati hari-hari bersama saya.

Kami belajar untuk saling menghargai satu sama lain. Kami hampir tidak pernah bertengkar sengit, tapi cukup sering adu argumen dan berdikusi panjang tentang segala hal. Kami selalu berbagi pendapat dan biasanya kami bisa menyejajarkan pandangan kami. Setiap keputusan yang kami ambil selalu melalui proses panjang dikusi. Hal yang paling penting dalam berdikusi adalah bggak boleh bawa perasaan, tapi lebih pakai logika. Kalau saya lagi PMS ya diskusinya ditunda dulu 😛

Kami belajar untuk saling tidak mengubah satu sama lain. Kami belajar untuk menerima kekurangan satu sama lain. Ya… Matt dan saya berbeda diberbagai sisi, tapi perbedaan itu yang membuat kehidupan kami lebih nyaman sekarang.

Kami saling mendukung satu sama lain. Tidak ada pembahasan karir siapa yang lebih penting. Tidak ada pembahasan pendapatan siapa yang lebih besar. Kami berusaha untuk selalu mendukung pilihan kami, karena Matt dan aku selalu ambil keputusan bersama. Saat keputusan yang kami ambil tidan sesuai harapan, kamipun tidak saling menyalahi. Kami belajar dari kesalahan dan bersama mencari solusinya.

Begitupun dengan menjaga anak ataupun membersihkan rumah. Bukan tugas saya sebagai istri untuk ganti popok anak, mandiin anak atau ngepel rumah. Semua itu tugas bersama, semua pekerjaan rumah dilakukan bersama-sama. Bahkan Jasperpun sudah mulai dilibatkan dalam hal ini.

Dan yang juga penting adalah kami saling memberi ruang untuk kami. Saat saya butuh untuk sendiri, Matt siap untuk menjaga anak-anak dirumah dan begitu juga sebaliknya.

Saat kami berhasil mengubah pandangan dan berhenti berharap, semua menjadi terasa lebih ringan. Saat kami berjalan sejajar dan saling mendampingi, semua terasa menjadi lebih nikmat. Matt bukan tulang punggung keluarga atau kepala rumah tangga, tapi kami berdua yang menjadi tulang punggung keluarga dan kami berdua yang mengepalai rumah tangga 🙂

Getaggt mit ,

Menikmati Hari Ini

Sudah hampir setahun ini aku menjalani motto kehidupan: Menikmati Hari Ini. Belajar untuk nggak menyesali masa lalu, tidak memusingkan masa depan, tapi menikmati hari ini dan fokus pada saat ini. Dan ternyata itu nggak mudah, tapi sejak mulai menerapi hal ini setiap hari hidupku jadi makin tenang 😌

Salah satu yang aku jalani tentunya ‚Menikmati Hari Ini‘ dengan anak-anak. Aku banyak banget berdikusi sama Matt (namanya aku singkat aja ya), gimana biar fokus antara keluarga dan diri sendiri itu seimbang. Bukan cuma mikirin anak terus dan anak selalu jadi prioritas utama. Berfokus pada diri sendiri itu juga penting dan itu bukan egois. Dengan menyeimbangkan kepentingan masing-masing, membuat kami sekeluarga juga bahagia.

Saat aku berdiskusi ini, pertanyaan pertama yang kita bahas adalah hal-hal penting apa yang tidak bisa ditoleransi sama aku dan Matt. Contohnya untuk aku adalah kerja. Aku harus kerja biar aku tetep waras 🙂 Aku harus punya kegiatan lain selain beresin rumah, masak dan jagain anak. Itu point terpentingku.

Lalu aku menganalisa:

Gimana kerjaanku sebelum cuti melahirkan ini?

Apa aku puas?

Apa aku bisa bagi waktu dengan keluarga, kalau aku balik kerja yang dulu?

Apa ada opsi untuk kerja part-time?

Apa masih ada sesuatu yang aku inginkan?

Dan masih banyak pertanyaan lain yang semuanya tentang aku. Aku selalu mulai memikirkan sesuatu dengan fokus pada diriku dulu. Dan ini menurutku ini nggak egois! Karena setelah tau apa yang aku mau, aku bisa bikin prioritas: Apa yang bisa dilakukan sekarang, apa yang bisa diubah dan apa yang masih harus ditunda.

Setelah aku tau apa yang aku mau, baru aku mulai memikirkan: Apakah keinginanku baik untuk keluargaku? Apakah aku bisa bagi waktu dengan keluarga? Siapa yang mengerjakan perkerjaan rumah tangga? Kapan bagi waktu untuk anak? Kalau anak sakit, siapa yang bisa jagain anak?

Proses kedua ini pokoknya semua yang bersangkutan dengan keluarga inti (suami dan anak-anak). Semua yang ada dipikiranku ini selalu aku bagi sama Matt. Jadi dari awal dia selalu aku libatkan dalam semua pertimbangan-pertimbangan dalam mengambil keputusan. Begitu pula dengan Matt yang selalu melibatkan aku. Setelah itu aku dan Matt mengambil keputusan yang kami yakin itu terbaik untuk keluarga kami.

Keputusan yang kami ambil nggak selamanya memuaskan, tapi kami percaya keputusan kami adalah pilihan terbaik untuk kami dan anak-anak. Dan setiap keputusan itu pasti ada konsekuensinya. Tentunya sebelum mengambil keputusan, kami pikirin juga plus dan minusnya. Jadi kita bisa meminimalisirkan kemungkinan menyesal kemudian hari.

Dan kunci utamanya adalah komunikasi. Ini merupakan sesuatu yang perlu aku pelajari banget, karena aku dari kecil nggak biasa ngungkapin perasaan dan keinginanku. Tapi sejak lebih bisa berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan, hidupku jadi lebih tenang 😌

Saat aku udah menemukan jawaban, apa yang aku mau, aku langsung mencari peluang-peluang yang ada. Hingga aku memutuskan untuk balik kerja lagi dari awal September kemarin, tapi di perusahaan baru. Banyak banget yang heran dan bertanya kok malah keluar dari comfort zone, bukannya lebih aman kalo balik ke tempat kerja yang lama, dll. Ya aku jawabnya hanya kalau ini semua udah dipertimbangkan baik dan buruknya untuk aku dan keluargaku. Dan kami sampai dikeputusan kalau mulai ditempat yang baru akan lebih baik kedepannya untuk aku dan keluargaku 🙂

Sejak mulai ditempat yang barupun aku nggak membandingkan dengan yang lama. Aku menikmati hal-hal baru yang bisa aku pelajari. Aku menikmati waktu setelah kerja dengan anak-anakku. Dan aku memutuskan untuk tidak merisaukan masa depan. Aku menikmati hari ini 😌

Getaggt mit , , , ,

Mother of Jasper and Levia

Dengan Jasper dan Levia saya merasakan sensasi yang sangat berbeda sebagai ibu. Pengalaman menjadi mamanya Jasper sangat berbeda dengan menjadi mamanya Levia. Saya bukan membandingkan mengalaman mana yang lebih baik dan lebih buruk, tapi lebih merasa bersyukur pernah dan punya pengalaman yang beragam. Saya pernah merasa cemas dan takut kalau rasa sayang saya ke Jasper dan Levia berbeda. Ternyata itu hanya kecemasan belaka. Saya nggak bisa jelasin dengan kata-kata, tapi saya menemukan ruang sendiri untuk Levia di hati saya tanpa mengurangi rasa sayang saya ke Jasper 🙂

Banyak orang bilang kalau lahiran secara SC lebih enak dan mereka takut sakit. Saya yang mengalami keduanya (anak pertama lahir secara SC dan kedua normal) cuma bisa bilang kalau dua-duanya sakit dan dua-duanya ada enak dan tidaknya 🙂 Tapi pada akhirnya bahagianya sama besarnya.

Banyak yang bilang kalau anak di gendong terus jadi bau tangan. Anak harus dilatih sedini mungkin untuk belajar tidur sendiri. Jasper awalnya saya ikutin aturan tentang bau tangan (sekitar 2 minggu pertama), sampai saya sadar kalau jarang digendong Jaspernya malah nangisnya makin sering. Akhirnya saya mengendong Jasper selama Jasper mau, alhasil Jasper nggak lagi rewel, jadi easy dan happy baby 🙂 Levia dari awal selalu saya gendong dan selalu didekat saya. Bisa dibilang 2 bulan pertama Levia selalu 24 jam didekat saya. Sekarang anaknya sering kalo mau tidur tinggal di taro aja di ranjang, tanpa dikelonin.

Ibu-ibu di Jerman sini saat ini lagi ganas-ganasnya dengan masalah ASI (apalagi jamannya Jasper). Breastfeeding itu harus! Anak yang dikasih ASI pompa langsung dilihat aneh dan ditanya2 kenapa nggak bisa kasih ASI langsung, dll. Anak yang dikasih sufor langsung ibunya di jutekin di RS dan nggak diajak ngomong sama bidan-bidan di RS. ASI itu sangat baik untuk bayi, tapi saya yakin setiap ibu punya alasan masing-masing kenapa dia memilih jalan yang lain. Dan kita sebagai orang luar seharusnya menghargai keputusan mereka bukannya menjudge mereka sebagai ibu yang tidak baik. Banyak anak yang nggak di kasih ASI entah apapun alasannya tapi tetep tumbuh sehat dan sukses di luar sana.

Banyak yang bilang anak jangan dikasih empeng. Banyak juga yang bilang anak lebih baik dikasih empeng daripada isap jempol. Nyatanya nggak semudah itu. Ada anak yang butuh empeng untuk menenangkan diri, ada yang tidak suka empeng dan mengisap jempol dan ada yang tidak butuh dua-duanya. Yang perlu diperhatikan adalah jangka waktunya. Kalau sampai umur 3 tahun belum lepas dari empeng atau isap jempol, itu yang harus kita pertanyakan kenapa dan cari solusinya. Jasper berhasil lepas empeng sebelum 3 tahun. Levia menolak berbagai macam empeng dan lebih memilih menghisap jempol. Semoga sebelum dua tahun udah bisa lepas sendiri 🙏

Banyak orang yang bertanya ke saya kenapa Jasper tidak dibesarkan dengan dua bahasa. Banyak yang menyayangkan Jasper hanya lancar bahasa jerman, tapi tidak bisa bahasa indonesia. Kapasitas setiap manusia berbeda-beda, baik itu orang tuanya dan juga anaknya. Prioritas dikehidupan kami mungkin berbeda, tapi yang pasti kami berusaha menjadi versi terbaik dari diri kami (saya dan Matthias sebagai orang tua dan Jasper sebagai anak).

Saya selalu percaya, semua ibu dan ayah sedang berusaha menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya. Anak-anak merekapun begitu. Sejak punya anak saya selalu berhati-hati dalam berkomentar, karena saya tau kadang omongan itu jauh lebih gampang daripada melaksanakannya. Hanya satu prinsip saya sebagai ibu: Saya nggak akan menyerah untuk terus mencoba memberikan yang terbaik untuk anak-anak saya menurut versi keluarga kami. Yang baik buat keluarga saya belum tentu berlaku di keluarga lain. Yang buruk untuk keluarga lain mungkin malah baik di keluarga saya.

Getaggt mit , , ,

Aku mau menjadi apa?

Pertanyaan ini tentunya pertama kali kita dengar saat kita masih kecil. Pertanyaan yang membuat setiap anak mulai bermimpi tentang masa depan. Jasper yang sejak setengah tahun lalu selalu bermimpi untuk menjadi pilot. Mimpi besarnya itu sebenernya hanya mempunyai alasan yang sederhana yang menyejukan hati. Jasper mau jadi pilot, biar bisa mengendarai pewasat dan terbang ke oma opanya di Indonesia sana 🙂 Saya sendiri mimpinya sejak kecil tentu sering berubah-ubah, dari mau jadi dokter, arsitek, psikolog atau sekedar punya cafe sendiri dan akhirnya saya sekarang menjadi food technologist, seorang istri dan seorang ibu dari dua anak.

Apa mimpi saya selesai? Tidak.

Apa saya menyesal tidak menjadi dokter, arsitek, psikolog atau tidak/belum punya cafe sendiri? Tidak.

Saya terus bermimpi, saya ingin terus bermimpi. Tepatnya saya ingin terus mengembangkan diri saya, saya ingin belajar lebih banyak lagi. Saat ini saya sedang istirahat bekerja dan berdiam dirumah untuk menjaga kedua anak saya. Hal yang saya gagal lakukan saat kelahiran Jasper, anak pertama saya. Saya menyerah untuk berdiam diri dirumah, saya merasa frustasi, bahkan sempat merasa kehilangan jati diri. Saya kembali bekerja saat Jasper umur 6 bulan dan kombinasi antara bekerja dan menjaga anak membuat kualitas hidup saya lebih baik. Saya juga jadi lebih banyak merasakan quality time sama Jasper. Sejak kerja lagi, saya lebih happy dan fokus main sama Jasper. Jasper jadinya hanya sering melihat mama yang bahagia, bukannya mama yang frustasi yang nggak fokus main sama Jasper.

Cuti kelahiran kali ini saya mempersiapkan diri jauh-jauh hari dan saya bertekad untuk berdiam dirumah selama setahun. Saya bertekad mau berhenti sejenak, menikmati hari ini bersama Jasper dan Levia sambil santai merancang masa depan saya. Setelah punya dua anak, saya makin sadar kalau saya mau terus berkembang. Saya tetap mau dikenal sebagai Shinta, bukannya hanya mamanya Jasper dan Levia 🙂 Tujuan saya adalah kalau mereka sudah besar dan ‚nggak butuh‘ saya lagi, saya nggak merasa kehilangan pegangan. Ayo mari bermimpi, berjuang mewujudkan mimpi2 kita dan berbahagia menikmati prosesnya ♥️

Merry Christmas

Saya selalu suka natal. Kemeriahannya… Suasana bahagianya… Keramaiannya… Dekorasinya… Dan tentunya momen kebersamaannya, entah dengan keluarga, kerabat dekat atau teman-teman kantor.

Sayangnya tahun ini termasuk tahun tersulit, bukan hanya di keluarga kami tapi tentunya juga untuk banyak orang di luar sana. Sejak Covid-19 menyebar keseluruh dunia, memang banyak hal yang berubah. Semua orang di haruskan untuk mengubah gaya hidupnya. Orang-orang yang senang berkeliaran diluar, harus mulai terbiasa betah dirumah. Orang yang suka ngumpul rame-rame, harus mulai terbiasa untuk berinteraksi hanya secara online.

Natal kali ini juga sangat berbeda dan tidak semeriah biasanya untuk keluarga kami. Kami merayakan natal dengan penuh keresahan dan kecemasan. Rencana-rencana kami banyak yang harus dibatalkan. Bukan hanya karena lockdown di Jerman, tapi juga hal-hal lain. Tapi kami ingin tetap bersyukur dan berdoa semoga badai segera berlalu.

Kami sekeluarga mengucapkan selamat natal kepada semua temen-temen yang merayakan 🎄

New Normal New Me

Blog ini sudah lama sekali terbelangkalai, padahal sejak awal ngeblog sampai sekarang saya jadi bisa ketemu-ketemu orang-orang keren yang sangat menginspirasi hidup saya. Beberapa malah jadi temen juga 🙂 Sejak akhir Agustus kemarin saya udah nggak kerja lagi, bukannya pengangguran sih tapi lagi cuti hamil dan melahirkan, jadi saya berniat untuk lebih rajin ngeblog lagi kalau ada waktu luang. Di Jerman untungnya cuti melahirkan, disini disebutnya Elternzeit, itu cukup lama. Dulu pas Jasper saya hanya ambil 6 bulan saja, tapi kali ini saya memutuskan untuk stay di rumah selama 1 tahun. Woww… Ini beneran keputusan yang nggak mudah untuk saya, apalagi saya itu gila kerja dan menikmati sekali peran saya sebagai ibu bekerja.

Jadi, perubahan terbesar dalam setahun ini adalah… Kami tidak lagi bertiga, tapi berempat 😀 😀 Levia Schmidt, adiknya Jasper, lahir tanggal 30 September kemarin dan kali ini lahirannya lebih lancar dan tanpa banyak drama. Cerita tentang proses kelahirannya akan saya tulis di blog terpisah ya 😀 Hari ini saya mau menulis sedikit tentang apa yang terjadi setahun belakangan ini aja 🙂

Awal tahun 2019 dimulai dengan keputusan saya dan Matthias untuk mau punya anak kedua. Keputusan yang nggak mudah untuk kami, kira-kira kita ngebahas tentang punya anak kedua itu ada setengah tahunan. Pertimbangan dari kesanggupan mental kita, finansial, gimana dengan Jasper, muat nggak rumah kita, dll. Kami berusaha untuk menilai dari berbagai sudut dan akhirnya kami berkesimpulan kalau kami memang siap untuk punya dua anak 😀 Syarat saya cuma satu ke Matthias, kalau saya mau hamilnya paling telat pas Jasper 2 tahun. Saya nggak mau anak kedua saya jaraknya terlalu jauh sama Jasper. Ini sebenernya syarat paling tersusah, apalagi saya ada riwayat PCO. Tapiii… Kayaknya emang udah direstuin ya sama yang di Atas, karena awal atau pertengahan Februari itu saya udah positif hamil aja 🙂

Awalnya seneng banget tapi sejak covid mulai masuk ke Eropa, saya dan Matthias sempet was-was sekali. Banyak pertanyaan dan kegalauan yang mampir tentunya, tapi saya tetep berusaha untuk berpikiran positif aja. Awal Maret itu dimulai dengan perubahan besar-besaran di kehidupan kami. Saya yang tadinya kerja selalu keliling kota, jadi kebanyakan kerja dari rumah. Bahkan jam kerja dan tentunya juga gaji saya, sempet di potong 50%. Untungnya di Jerman systemnya bagus ya, jadi kepotongnya nggak sampe 50%… Walaupun jam kerja di potong 50%, tapi saya bisa dapat bantuan dari pemerintah juga. Tetep sih berasa perbedaannya, tapi saya berusaha bersyukur aja. Jasper yang biasanya selalu ke day care tiap hari juga jadi tinggal dirumah sama saya. Matthias juga pola kerjanya jadi berubah (1 minggu ke kantor, 1 minggu WFH). Lalu gimana keadaan dirumah???

Jangan ditanya ya, awalnya ya mumet juga haha… Jasper yang saya nggak pernah biasain nonton TV, jadi lebih sering nonton TV, karena sayanya harus kerja. Kita yang dulunya sering keluar dan main di playground, jadi dirumah aja. Tapi memang kebanyakan manusia itu jago beradaptasi ya, jadinya walau awalnya berasa berat, lama-lama jadi terbiasa. Keadaaan yang nggak membaik sampai saat ini ya jadi seperti yang orang-orang bilang ini adalah new normal buat kita semua. New normal yang secara nggak langsung juga menjadikan new me 🙂

Akhir tahun ini akan ditutup dengan keluarga kami yang baru, dari kebiasaan kami sampai jumlah keluarga kami yang bertambah 🙂 Cara jaga anak tentunya juga berbeda dari Jasper dulu, bukan hanya karena covid, tapi juga saya lebih berpengalaman tentunya, karakter anak yang berbeda dan juga sekarang anaknya bukan lagi satu tapi dua dan yang paling berasa adalah saya lebih siap untuk jadi ibu rumah tangga dan menghadapi dua anak. Setiap momen kehidupan saya jadi berasa lebih berharga dan saya menikmati menjadi pribadi yang baru. Ini semua masih proses, saya nggak tau saya akan seperti apa kedepannya. Saat ini saya bukan saja sibuk menjaga dua anak, tapi saya juga sedang membuat rencana untuk masa depan saya sendiri. Iya! Bukan masa depan anak saja yang harus dipikirkan, tapi saya juga mau memikirkan masa depan saya. Punya anak bukan berarti mimpi-mimpimu harus berakhir dan punya anak bukan berarti kamu nggak boleh punya rencana untuk dirimu sendiri. Tapi… dengan punya anak kita mungkin harus mengubah rencana hidup kita atau setidaknya mimpi-mimpi kita mungkin harus disesuaikan lagi.

Prinsip saya dan Matthias dalam membesarkan anak adalah saya dan Matthiasnya yang harus waras dan bahagia. Dengan modal itu baru kami bisa mengasuh anak dengan optimal. Mendahulukan kewarasan kami bukan berarti menelantarkan anak ya… Contohnya kalau saya lagi jenuh dan butuh waktu sendiri, saya akan cari ospi yang memungkinkan: Matthias bisa nggak jagain anak-anak selama saya menikmati ‚me time‘ saya, atau anak-anak bisa nggak main sama opa omanya dulu, atau ada opsi lain? Kalaupun tidak bisa, berarti saya harus menikmati ‚me time’nya pas anak-anak lagi tidur. Jadi saya buat siasat gimana supaya Jasper dan Levia tidur siangnya jamnya harus bersamaan. Pas mereka tidur biasanya saya beberes rumah, ya itu rumahnya berantakan dulu aja dan saya menikmati waktu sendiri dulu. Saya selalu bikin prioritas, apa dulu yang penting dan apa yang bisa ditunda.

Saya selalu percaya, orang tua yang bahagia akan membuat anak juga bahagia 🙂

Getaggt mit , , , , ,

Takut

Kemarin ini gue lagi diskusi tentang rasa takut sama temen gue dan jadi terinspirasi untuk nulis di blog. Diskusi kita lebih ke rasa takut seorang anak dan gimana caranya biar anaknya jadi nggak takut lagi.

Contohnya ya… Jasper beberapa bulan yang lalu itu mulai ’ngeh‘ sama yang namanya bayangan. Pertama kali itu dia sadar ada bayangan yang ngikutin dia terus pas kita jalan malem-malem. Nahh… Jasper langsung jerit dan nangis minta di gendong. Dia nutup matanya kenceng sambil meluk gue. Rasa takut sebesar itu baru pertama kali dia alamin malam itu. Gue sempet bingung juga dan berusaha tenangin dia.

Pas kita udah balik lagi ke rumah gue diskusi sama Matthias. Gimana ya biar Jasper nggak takut sama bayangan lagi?

Peristiwa Jasper jerit-jerit pas liat bayangan berlanjut setiap kita keluar malem. Dia pasti langsung panik dan minta gendong. Nah… Sejak itu gue dan Matthias jadi sengaja keluar tiap malam untuk kenalin Jasper sama bayangan. Kalo Jaspernya udah ketakutan banget, kita peluk dia dan balik kerumah. Tentunya kita selalu sounding untun nggak perlu takut sama bayangan dan jelasin apa itu bayangan. Sampe suatu hari dia nggak takut lagi dan malah seneng kalo liat bayangan.

Contoh kedua itu tentang binatang. Jasper dulu selalu takut deket binatang, entah itu kucing, anjing atau kambing. Pokoknya dia demen liat binatang tapi nggak mau deket-deket apalagi sampe di sentuh. Nah… Guekan selalu pengen ya kalo anak gue itu sayang sama binatang, jadinya gue sengajain. Gue ajak Jasper sering-sering ke tetangga yang punya kucing. Kalo ada orang bawa anjing gue sering tanya, boleh nggak anjingnya di elus sama Jasper. Trus kita juga sering ke farm deket rumah, disana kita bisa kasih makan kambing dan elus-elus kambingnya juga.

Gue nggak pernah maksa Jasper harus ngelakuin itu, gue cuma tanya: Jasper mau nggak elus kucingnya? Jasper mau nggak kasih makan kambingnya? Pokoknya kalo dia udah nolak, ya gue nggak maksa. Tapi tetep dia harus temenin gue atau Matthias untuk main sama kucing, dia liatin gue kasih makan kambing, dll. Sampai suatu hari dia mau untuk mulai ngelus2 kucing dan juga kemaren ini dia juga mau untuk kasih makan kambing. Yes! Jasper berhasil lagi ngalahin rasa takutnya dan cobain hal baru.

Kita orang dewasa ternyata lebih penakut ya di bandingin sama anak kecil 🙈🙈 Banyak hal yang kita takutin dan akhirnya kita nggak lakuin. Tapi… Dari beberapa kejadian ini gue jadi sadar, kadang gue juga nggak coba sesuatu yang gue takutin. Gue nggak mau keluar dari comfort zone gue. Tapi kalo kita mau berkembang, ya kita harus berani nyoba ya… Kita harus ngalahin rasa takut kita. Rasa takut itu nggak akan hilang dalam sekejap, tapi kalo kita proses dan kita coba kalahin. Pasti kita bisa lebih berani ya… Contohnya ya kayak Jasper 🙂

Kegalauan Ibu Kerja

Udah sebulan lebih gue mulai kerja lagi, sambil ngurusin Jasper juga, bahkan sering ajak Jasper ikut ke kantor. Bersyukur banget Jasper jarang rewelnya di kantor, malah seneng ketemu sama temen-teme kerja gue.

Mostly gue kerja di rumah dan sebenernya kalo pas di rumah malah Jasper lebih banyak rewelnya. Kalo dia lagi main dan gue kerja di depan laptop, Jasper lumayan sering protes belakangan ini. Mungkin dia cemburu ya sama laptop gue dan maunya gue nemenin dia main. Okelahhh akhirnya gue nunggu sampe Jasper tidur, baru lanjut kerja lagi…

Kalo kerjaan lagi numpuk banget, akhirnya gue numpang ngungsi di rumah mertua. Opanya Jasperkan udah pensiun, jadi sering ada di rumah. Guenya kerja, Jaspernya bisa main sama opanya. Tapi belakangan ini Jasper juga mulai milih-milih mau tidur sama siapa. Jadi kalo Jasper udah ngantuk ya nangis dan protes, karena maunya ditidurannya sama gue. Okelahhh akhirnya kerjaan ya ditinggal dan tidurin Jasper dulu, baru deh lanjut kerja lagi…

Kalo hari Jumat gue mesti kerja full day. Jadi Jaspernya harus dititipin ke oma opanya, karena baby sitter disini harganya mahal dan gue belum sreg aja untuk percayain Jasper ke baby sitter. So far sih Jasper selalu merasa nyaman sama omanya. Jadi kalo main opanya oke oke aja, tapi kalo udah ngantuk lebih milih ke omanya. Tapi ya kalo ada mamanya, tetep gue yang dipilih 😂

Dulu Jaspernya ampir nggak pernah rewel gini dan beneran easy baby banget. Makanya gue berani buat balik kerja lagi, tapi sejak gue kerja Jaspernya jadi lebih sering merengek. Mungkin emang lagi masa-masanya manja sama mamanya daripada sama orang lain atau dia merasa belakangan ini perhatian gue nggak lagi 100% buat dia??

Kalo lagi masa-masa galau, terutama pas PMS, gue jadi sering mikir aneh-aneh deh. Jahat nggak ya gue ke Jasper?? Gue jadi sering tinggal kerja pas dia lagi main sampe dia nangis minta di gendong atau di temenin sama gue. Lebih stress lagi pas kalo kerjaan banyak tapi gue ditinggal business trip seminggu penuh sama Matthias. Jadi Senin-Jumat gue sendirian ngurusin Jasper tapi deadline kantor gue banyak. Uiiii itu kadang gue sampe nggak bisa tidur.

Tapi dibalik kegalauan gue tetep aja sejak gue kerja, gue merasa hidup gue jadi seimbang lagi. Gue nggak lagi ngerasain bosen ngurusin Jasper. Jujur pas masih belum kerja, kadang gue bosen dan malah nggak menikmati waktu sama Jasper. Kalo sekarang, pas gue nggak kerja dan pas main sama Jasper, gue jadi lebih fokus dan menikmati waktu sama Jasper.

Kadang muncul sih perasaan-perasaan galau-galau gitu, kayak takut nggak kepegang semuanya. Tapi gue selalu bilang sama Matthias, kalo dia mulai liat gelagat2 kalo gue kayaknya kewalahan ngurusin Jasper dan kerjaan, Matthias harus langsung bilang ke gue. Gue nggak pas udah terlanjur parah, malah udah terlambat. Karena gue memutuskan untuk mulai kerja lagi, tapi prioritas utama gue ya tetep Jasper. Gue nggak mau kerjaan gue membawa dampak negatif buat Jasper.

Trus minggu ini pertama kalinya gue business trip sendirian. Tiga hari ninggalin Jasper (1 malem sama opa omanya dan 1 malem sama Matthias). Dannn gue nggak bisa tidur!! Malah pas Facetime sama Jasper, dianya nggak ada seneng2nya. Yang ada malah mewek… Mungkin kangen sama mamanya yaaa dan guenya ikutan mewekkkk. Huhu… Dan kalo kayak gini, gue jadi galau lagi. Kedepannya nggak mau sering-sering deh business trip kayak gini… Mungkin kalo Jasper udah gedean ya 🙂

Ihhh maaf ya curhatan receh gue… Gue tau banyak ibu-ibu di luar sana yang lebih berat lagi masalahnya. Tapi gue cuma mau keluarin unek-unek aja, biar nggak dipendem sendiri. Hehe… Semoga kedepannya gue lebih pinter manage waktu sama Jasper dan sama kerjaan gue.

Good Night and Happy Weekend 🙂