Menganalisa Perasaan

Kemarin ini saya cerita sambil mengeluh betapa lelahnya saya dengan rutinitas harian saya. Hidup ngejalanin kayak tanpa tujuan, tapi ya dijalanin aja. Tapi karena saya suka menganalisa perasaan saya, jadi lebih cepat ‚ngeh‘nya dan lebih cepat juga cari jalan keluar dari kelelahan ini.

Terima kasih juga buat temen-temen yang kasih semangat dan support. Itu berharga sekali lho buat saya 🙂

Pertama kali menyadari rasa ‚lelah‘ itu sebenernya saat saya mulai sering kehilangan kesabaran menghadapi tingkah anak dan dikantor kerjaan mulai terasa bertumpuk. Jadi berasanya kerja terus tapi kerjaannya tidak tambah sedikit tapi malah makin menumpuk. Pusing nggak sih??

Saya mulai rajin-rajin menganalisa kenapa saya merasa lelah sekali… Pertama jam tidur dan berkurang sekali beberap waktu ini, lalu Levia yang mulai masuk terrible twos, kerjaan yang tentunya numpuk (tapi kalo saya lebih fokus dan semangat harusnya masih bisa di handle) dan yang terkahir adalah…. Saya berasa kuranh bersosialisasi akhir-akhir ini. Karena kebanyakan WFH, saya jadi tidak bertemu teman-teman 🙈

Okeee… Setelah saya menyadari kalo Levia emang udah masuk fase terrible twos, yang mama Jasper ampir tidak mengalami itu, bikin mood saya jadi lumayan bagus. Saya merasa klo saya seharusnya ada disamping Levia dan mendampingi Levia mengalami masa-masa ini. Bukannya malah ikut senewen, pas anaknya rewel 😭 Untuk saya sulit, tapi saya yakin buat Levia jauh lebih sulit. Levia dengan kosa katanya masih lebih banyak, emosi-emosi baru yang belum dia kenal dan banyak hal-hal baru yang dia temui di kehidupan sehari2nya.

Sejak itu saya fokus lho untuk bikin saya ‚waras‘ lagi… Artinya saya mulai rajin-rajin kontak temen-temen sekitar saya. Janjian buat lunch bareng lagi, biar saya juga ada kegiatan lain selain kerja dan ngurusin anak. Ajak tetangga main badminton pas weekend. Tidur diusahakan sebisa mungkin lebih lama. Kerjaan juga mulai di prioritaskan satu-satu. Dan… pelan-pelan saya mulai merasa membaik. Membayangkan hari senin besok ketemuan sama temen saya aja udah bikin seneng 🙂

Untuk kalian yang juga merasa ‚lelah‘, yukkk coba cari alasannya dan lakukan hal-hal yang bikin kalian bahagia. Bahagia itu sederhana dan ada disekitar kalian ♥️

Kelelahan

Bangun pagi, siapin sarapan anak, mulai baca-baca email kantor, bangunin anak, siap-siap ke kindergarten, nganterin anak ke kindergarten, lanjut kerja (80% WFH) sampe jam setengah lima, anak-anak pulang nyampe rumah (yang jemput papanya), kasih makan snacks, main sama anak sebentar, masak untuk makan malem, beberes rumah, mandiin anak, tidurin anak, main hape sampe ngantuk dan kebesokannya terulang lagi dan lagi dan lagi 🙈🙈🙈

Begitulah keseharian gue belakangan ini… Entah kenapa gak sempet lagi olahraga, berasa nggak sempet hangout sama temen atau apalahhh yang tidak berhubungan dengan kerja dan anak.

Sampai belakangan ini gue mulai ngeh kalo gue jadi cepet naik darah. Lebih cepet emosi dan emosinya susah di kontrol.

Iyaaaa tauuu… Gue mulai merasa kelelahan untuk menjaga keseimbangan antara keluarga, kerja dan diri sendiri. Kerjaan yang numpuk dan nggak selesai-selesai bikin senewen, anak-anak yang walaupun lucu tapi juga bikin senewen dan… guenya yang mau lebih banyak me time tapi entah kenapa nggak kesampean.

Huhu… Inilah perasaan memasuki tahun ke 34 dihidup gue. Nggakk… Gue nggak ngedumel. Gue bersyukur gue masih sadar kalau gue sedang kelelahan. Gue bersyukur ada Matthias yang support gue dan terus menyemangati gue. Pelan-pelan berusaha lagi untuk lebih relax jalanin semuanya. Berusaha untuk mengubah mindset gue. Semoga segera berlalu ya perasaan lelah ini.

MPASI Bikin Galau

Belakangan ini banyak banget wara wiri di social media tentang anak yang nggak mau makan. Semakin stress ibunya, semakin emoh anaknya makan dan seterusnya… Kalau Jasper dan Levia gimana?? Mereka sampe sekarang (Jasper udah ampir 4 tahun dan Levia sekarang 15 bulan) hampir nggak pernah yang namanya susah makan… Kecuali kalau mau tumbuh gigi atau pas mereka lagi sakit. Ini mamanya yang beruntung atau saya ketemu metode yang pas sama mereka ya… 😊

Saya bukannya mau sok-sokan kasih tips, tapi mau berbagi saja apa yang saya dan suami diskusikan untuk soal makanan. Kami soalnya emang agak rewel kalau soal beginian, apalagi background saya sebagai food technology dengan kerjaan yang salah satunya ngurusin nutrition factsnya makanan kemasan. Kalau makanannya tidak optimal, gimana anak pekembangannya bisa optimal? Ini bukan cuma masalah berat badan menurut saya, tapi juga perkembangan otak mereka.

1. Anak makan apa yang kita makan

Mau anak suka sayuran? Ya mama papanya juga harus suka dong… Jangan mama papanya makan pizza, ehhh anaknya disuruh makan wortel rebus 😂😂 Kalau salah satu orang tuanya picky eater, biasanya anaknya juga ikutan.

Jadi… Kalau anak mau dibikin suka raw vegetable, ya mama papanya juga harus kompak dong 😊😊 Saya percaya anak selalu memperhatikan tingkah laku kita, termasuk kebiasaan kita makan. Karena itu untuk saya dan suami penting untuk mengubah pola makan kami, biar anak-anak makannya juga lebih sehat.

Untungnya malah double buat kami, anak pinter makanan sehat dan orang tuanya juga jadi lebih sehat 🙂 🙂

2. Makan bersama anak

Saat dirumah sebisa mungkin saya dan suami selalu makan bersama sama anak-anak dengan makanan yang sama. Tentunya karena Levia masih 15 bulan, makanan Levia hanya sedikit diberi bumbu. Tapi keliatannya ya sama 🙂

Saya berusaha untuk tidak 100% fokus pada anak saat makan. Saya berusaha memberi ruang untuk mereka untuk menikmati dan bereksperimen dengan makanan mereka. Untuk Levia saya dari awal menggunakan kombinasi makanan yang dilembekkan dan makanan yang utuh (contoh: kentang rebus).

3. Memberi makan tanpa paksaan

Saya tidak pernah memaksa apalagi sampai marah-marah dalam menyuapin anak. Karena dengan emosi biasanya malah anak makin nggak mau makan. Biasanya saya hanya nyari ide gimana biar makan tidak membosankan.

Tapiiii… saya nggak pernah mulai untuk ikut2an jalan dibelakang anak, sambil nyuapin anak. Big No!!!! Kalaupun Jasper nggak sabar dan mau jalan-jalan sambil makan, Jasper yang harus ke saya dan bukan sebaliknya 😎

Kalaupun contohnya pas makan malam akhirnya makannya nggak banyak, biasanya kira-kira 2 jam kemudian saya tawarin lagi makan yang lain. Saya tidak pernah menawari makanan lain, saat makanan sudah tersaji di meja makan. Semua anggota keluarga ‚harus‘ makan semua makanan yang tersaji. Tentunya saya perhatikan apa yang saya, suami dan anak-anak suka atau tidak.

4. Masak yang simple

Ini menurut saya penting banget, apalagi untuk mpasi pas awal-awal. Saya selalu bikin yang simple dan cepet. Biar kalau anak lagi nggak nafsu makan, sayanya nggak baper 🤣

5. Ajak masak bersama

Masak sama anak emang rempong dan butuh kesabaran extra, tapi ini selalu jadi quality time saya dan Jasper (Levia masih terlalu kecil). Biasanya saya cari resep yang simple dan pasti jadi. Setelah diajak masak bersama, biasanya Jasper makannya juga lahap sekaliii…

Intinya saya yakin kalau anak itu tidak pernah mendengarkan apa yang kita bilang. Beribu-ribu kali kita bilang kalau makan itu penting atau buah dan sayuran itu sehat tapi kalau kitanya tidak memberikan contoh yang baik, maka anak akan lebih ikut pola makan kita yang jelek 🙂

Contoh di atas berhasil diterapkan sama Jasper dan Levia, tapi belum tentu berhasil juga sama anak yang lain ya… Tapi berbagi pengalaman, siapa tau bisa membantu atau sekedar memberi ide 🙂

Getaggt mit , , , ,

Perasaan Negatif

Belakangan ini saya banyak cerita tentang cara menjalani ‚Menikmati Hari Ini‘. Tujuannya bukan untuk menjadi bahagia selalu tanpa perasaan negatif, tapi lebih bagaimana menjalani hidup dengan penuh kesadaran. Dengan ‚Menikmati Hari Ini‘ saya lebih banyak merasakan kebahagiaan dengan hal-hal kecil dikehidupan sehari-sehari. Perasaan bahagia yang sering ini yang mempersempit ruang untuk merasakan perasaan negatif.

Saat kalian menjadikan kebahagian sebagai tujuan, biasanya ruang untuk perasaan negatif akan jadi lebih besar. Akan lebih banyak perasaan gelisah, takut, cemas, dll selama tujuan belum tercapai. Apalagi kalau tujuanmu itu jauh dijangkau dan tidak konkret. Padahal perasaan itu 90% atau lebih hanya dipikiran saja. Saat kita fokus kepada kebahagiaan kecil disekeliling kita, maka pikiran kita lebih fokus pada hal positif daripada hal negatif.

Bukan berarti perasaan negatif itu menghilang 100%. Perasaan negatif itu akan tetap ada, tapi frekuensi kedatangannya lebih jarang dan proses mengelolanya juga lebih mudah dan lebih cepat menghilang.

Menurut saya… Perasaan negatif itu bagian dari perasaan positif. Kalau kita tidak tau yang namanya sedih, bagaimana kita tau apa itu bahagia? Kalau kita tidak tau yang namanya gelap, bagaimana kita tau ada terang?

Lalu bagaimana saya mengelola perasaan negatif yang saya rasakan?

Pertama saya mencari tau perasaan apa itu: takut, cemas, marah atau sedih?

Kedua saya berusaha mencari tau kenapa ada perasaan itu? Bisakah saya merubah keadaan jadi lebih baik? Atau saya harus mengubah cara pandang saya? Banyak hal yang sebenernya tidak negatif, tapi karena kita terlalu keras dengan diri kita dan membuat perasaan negatif jadi sering muncul.

Kalau perasaan negatif sedang datang, saya biasanya berusaha cari waktu untuk beristirahat. Nggak perlu lama, hanya butuh beberapa menit. Biasanya sambil menikmati minuman yang hangat saya berusaha mengerti dan merasakan perasaan negatif itu. Pada akhirnya saya membuat keputusan antara mencari solusi untuk keluar dari perasaan negatif itu atau let it go.

Nggak semua masalah ada solusinya, kadang kita harus belajar nemerima keadaan. Menerima keadaan bukan berarti fokus pada perasaan negatif, tapi hanya mengubah pandangan saja. Contoh: Kamu tidak suka kerjaan kamu, tapi saat ini kamu tidak punya solusi lain. Saya pernah ada diposisi ini beberapa tahun yang lalu. Kerjaan baru saya waktu itu numpuk nggak ada abisnya dan bikin saya ketar ketir, cemas dan banyak perasaan negatif lainnya. Cari kerjaan baru juga nggak mudah dan saya tidak mau menyerah semudah itu. Waktu itu juga gajinya oke, fasilitasnya oke dan jam kerjanya juga flexibel. Pada akhirnya saya memutuskan untuk menerima keadaan dan saya belajar bikin prioritas apa yang penting dan apa yang bisa ditunda. Kalau perusahaan tidak puas, ya dia harus tambah pelerja lagi. Tidak sedikit kolega saya yang akhirnya malah burn out dan memutuskan cari pekerjaan lain.

Pada akhirnya saya bisa mengubah pandangan saya dan saya bisa fokus pada hal-hal positif diperusahaan tersebut. Lalu lama-lama saya melupakan melupakan hal-hal negatif. Dan… Saya bertahan hampir lima tahun disana 🙂 Bukannya perusahaannya yang jadi lebih baik, tapi saya yang berkembang 😇

Kenapa saya berhenti kerja disana? Karena sekarang prioritas dan kebutuhan saya berubah 🙂

Intinya perasaan negatif itu ada dan nyata. Kita harus belajar bagaimana mengolanya, bukan menghindarinya. Selamat menikmati hari ini ♥️

Getaggt mit , , ,

Happiness

Banyak orang yang menjadikan kebahagian sebegai tujuan hidup dan saya yang dulu adalah salah satu dari banyak orang itu 🙃 Sejak saya menjalankan ‚Menikmati Hari Ini‘ versi saya, saya mulai mengubah tujuan itu. Saya tidak punya tujuan akhir yang pasti, tapi saya pastikan prosesnya yang membuat saya bahagia.

Seberapa banyak impianmu dari kecil yang bener-bener kesampean? Atau banyak dari kalian yang impiannya berubah seiring dengan jalan?

Sayapun begitu… Impian saya berubah, tujuan saya tidak lagi sama, yang dulu penting sekarang tidak lagi, yang dulu paling utama sekarang dinomor belakang. Artinya saya berkembang 🙂

Saat saya menyatakan: Saya akan bahagia, kalau saya bisa kerja di perusahaan A. Maka kebahagian saya hanya berlangsung sebentar. Saya tidak akan merasa bahagia sebelum keterima di perusahaan A dan saya hanya bisa bahagia sebentar saat saya diterima di perusahaan itu. Saat saya sadar kalau perusahaan tidak sesuai ekspektasi saya, maka kebahagia saya bisa pudar. Dan seterusnya akan begitu…

Merasa bahagia harus diterapkan setiap hari dan saya berhasil menerapkannya dengan hidup lebih penuh kesadaran. Bukannya berarti saya tidak boleh bersedih atau marah. Tapi saat saya bisa menerima dan mengelola perasaan negatif saya, saya jadi lebih mudah untuk kembali merasa bahagia.

Kebahagian saya rasakan dalam setiap proses dan tidak bergantung pada suatu tujuan. Saya tidak menunggu bahagia saat saya bisa liburan bebas lagi seperti dulu atau saya tidak menunggu bahagia saat saya bisa mendapatkan sesuatu yang sudah lama saya inginkan. Saya bisa merasa bahagia dalam hal-hal kecil 🙂

Saya merasa bahagia saat saya minum kopi dipagi hari, ditemani musik dan sambil memulai untuk bekerja. Saya meminum kopi dengan penuh kesadaran, menikmati wanginya, merasakan hangatnya kopi yang saya buat. Saya merasa tenang dan bahagia dalam satu waktu.

Saya merasa bahagia saat saya bekerja dari rumah. Saya orang yang suka ke kantor dan berinteraksi dengan orang lain. Tapi… kerja dari rumah memberikan ketenangan tersendiri.

Saya merasa bahagia saat anak-anak dan suami pulang ke rumah. Saya bermain dengan sadar dengan anak-anak saya dan 100% fokus pada mereka. Dan lagi-lagi saya merasa bahagia 🙂 Walau mereka membuat rumah berantakan, membuat lantai kotor, tapi saya bahagia dengan mereka.

Well… Kebahagiaan nggak harus dari hal-hal besar, tapi banyak hal-hal kecil dari keseharian kita bisa membuat kita bahagia 🙂 Setidaknya itu pilihan saya untuk merasa bahagia.

Getaggt mit , , ,

Welcome 2022

Akhirnya berakhir juga tahun 2021, tahun yang nano-nano banget rasanya. Banyak ketawanya, banyak air matanya, banyak optimisnya tapi juga banyak kecewanya. Tapi pada akhirnya saat kita berfokus pada hal-hal yang positif aja, maka semuanya jadi berasa lebih ringan di jalanin.

Dan sekarang tahun 2022 sudah dimulai. Ada tiga hal yang aku mau fokus ditahun ini: positive mind, positive vibes and positive life.

Menurutku ini tiga hal yang penting untuk terus menjalankan motto hidup: Menikmati Hari Ini.

Selamat Tahun Baru semuanya… Semoga tahun 2022 ini semuanya menjadi lebih positif. Tidak perlu menantikan semua itu dari lingkungan kita, dimulai dari diri sendiri dulu aja 🙂

Empat Belas Tahun

Empat belas tahun bukan waktu yang sangat lama, tapi cukup lama untuk membentuk kita menjadi pribadi yang berbeda. Matt dan saya adalah sosok yang sangat berbeda empat belas tahun yang lalu. Pemikiran dan prioritas kami juga tentunya sangat berbeda dengan sekarang.

Saya nggak pernah mencari pasangan yang bisa membiayai kehidupan saya atau pasangan yang mempunyai segalanya. Untuk saya pasangan adalah sosok yang berada disamping saya, sejajar dengan saya, berjuang bersama saya dan bersama menikmati hari-hari bersama saya.

Kami belajar untuk saling menghargai satu sama lain. Kami hampir tidak pernah bertengkar sengit, tapi cukup sering adu argumen dan berdikusi panjang tentang segala hal. Kami selalu berbagi pendapat dan biasanya kami bisa menyejajarkan pandangan kami. Setiap keputusan yang kami ambil selalu melalui proses panjang dikusi. Hal yang paling penting dalam berdikusi adalah bggak boleh bawa perasaan, tapi lebih pakai logika. Kalau saya lagi PMS ya diskusinya ditunda dulu 😛

Kami belajar untuk saling tidak mengubah satu sama lain. Kami belajar untuk menerima kekurangan satu sama lain. Ya… Matt dan saya berbeda diberbagai sisi, tapi perbedaan itu yang membuat kehidupan kami lebih nyaman sekarang.

Kami saling mendukung satu sama lain. Tidak ada pembahasan karir siapa yang lebih penting. Tidak ada pembahasan pendapatan siapa yang lebih besar. Kami berusaha untuk selalu mendukung pilihan kami, karena Matt dan aku selalu ambil keputusan bersama. Saat keputusan yang kami ambil tidan sesuai harapan, kamipun tidak saling menyalahi. Kami belajar dari kesalahan dan bersama mencari solusinya.

Begitupun dengan menjaga anak ataupun membersihkan rumah. Bukan tugas saya sebagai istri untuk ganti popok anak, mandiin anak atau ngepel rumah. Semua itu tugas bersama, semua pekerjaan rumah dilakukan bersama-sama. Bahkan Jasperpun sudah mulai dilibatkan dalam hal ini.

Dan yang juga penting adalah kami saling memberi ruang untuk kami. Saat saya butuh untuk sendiri, Matt siap untuk menjaga anak-anak dirumah dan begitu juga sebaliknya.

Saat kami berhasil mengubah pandangan dan berhenti berharap, semua menjadi terasa lebih ringan. Saat kami berjalan sejajar dan saling mendampingi, semua terasa menjadi lebih nikmat. Matt bukan tulang punggung keluarga atau kepala rumah tangga, tapi kami berdua yang menjadi tulang punggung keluarga dan kami berdua yang mengepalai rumah tangga 🙂

Getaggt mit ,

Saat Belum Menikmati Hari Ini

Aku dari kecil orangnya nggak pernah puas sama diri sendiri atau malah menganggap aku tuh ‚kecil‘. Orang lain selalu lebih hebat dari aku dan aku biasa aja. Aku paling jago nyebutin kehebatan orang lain, tapi payah banget nyebutin kelebihanku. Ini mungkin salah satu pengaruh dari pola asuh di keluargaku. Dari kecil aku selalu dibandingkan dengan sepupu lain yang lebih hebat, lebih rajin, lebih kalem, dan lebih ke‘cewek‘an dariku. Saat aku berhasil dianggap biasa aja, tapi saat aku kalah sama yang lain disebut-sebut terus 🙈

Ini mungkin salah satu sebab kenapa kepercayaan diriku dulu payah banget. Karena disekeliling kita ya emang banyak banget orang-orang hebat. Dan keluargaku berharap aku juga jadi salah satu orang hebat itu. Makanya mereka membandingkanku dengan orang lain, yang mungkin tujuan sebenernya untuk menyemangatiku. Tapi sayangnya itu tidak memotivasiku sama sekali. Terlalu banyak kritik ke diriku malah bikin aku jadi nggak punya rasa percaya diri. Kepercayaan diriku mulai tumbuh saat mulai tinggal di Jerman dan juh dari kebisingan siapa yang lebih hebat di keluargaku.

Aku bukannya mau nyalahin pola asuh itu. Iya… pernah ada waktu aku tuh sedih, kecewa atau bahkan marah dengan kejadian2 negatif yang aku alamin dulu, Tapi sekarang aku udah jauh lebih mengerti, kalau jaman dulu tuh akses pengetahuan sedikit banget. Orang tuaku juga punya trauma sendiri dan mereka juga kadang galau sendiri. Mendidik anak toh tidak mudah.

Yang aku sadar sekarang adalah dengan semua yang aku alamin dulu baik itu positif atau negatif, itu membentuk aku yang sekarang. Manusia bisa tumbuh biasanya karena pengalaman-pengalam negatif, bukan positif, Manusia bisa kuat karena ada masalah dalam hidupnya. Karena itu sekarang aku berterima kasih untuk semua pengalaman baik dan buruk yang pernah aku alami.

Menyalahkan masa lalu itu gampang banget dan aku sempat ada di situasi itu. Kalau ada kejadian tidak mengenakan, aku langsung mencari apa yang salah di masa lalu dan mulai menyalahkan masa lalu. Hasilnya hidupku nggak tenang dan selalu dalam bayangan masa lalu. Aku jadi orang yang tidak optimis. Puncak kemarahanku pada masa lalu itu saat aku menghadapi baby blues setelah melahirkan Jasper. Aku marah sama masa laluku…

Dan akhirnya aku sadar kalau ada sesuatu yang tidak beres. Aku mulai mengevaluasikan semua tentang diriku: masa lalu, masa sekarang, perasaanku, ketakutanku, keluargaku, semuanya… Sampai pada satu titik aku sadar, kalau masa lalu itu tidak bisa dirubah. Kalaupun kita marah sama masa lalu, masa lalu itu tetap tidak akan berubah. Demikianpun dengan masa depan. Seresah atau setakut apapun aku dengan berpikir tentang masa depan, kita tetap tidak tau apa yang akan terjadi. Itulah masa dimana aku memulai belajar ‚Menikmati Hari Ini‘.

Saat aku belajar fokus dengan masa ini, hidupku lebih tenang. Keresahanku hanya sebatas dengan masalah-masalah yang ada hari ini, bukan masa lalu atau masa depan. Dengan itu juga bisa lebih fokus untuk memikirkan solusi-solusi masalah saat ini, bukan solusi untuk masalah yang sudah lewat atau belum datang.

Ini bukan tentang tidak peduli dengan masa depan, tapi lebih mencoba fokus untuk masa sekarang. Contoh:

1. Saat kerja kita bolos terus, tanpa meresahkan masa depan. Yang penting nikmati hari ini. Tapi ya jangan heran juga kalo suatu saat kita malah dipecat.

2. Saat kerja kita fokus dan bekerja semaksimal mungkin. Kita memberikan yang terbaik yang kita bisa, menikmati pekerjaan dengan tanggung jawab. Kita menikmati hari dan nggak perlu meresahkan masa depan. Nggak perlu resah juga akan dipecat atau tidak, karena kita sudah memberikan yang terbaik.

Kasus 1 dan 2 tentu berbeda. Dua-duanya fokus pada hari ini tapi dengan perilaku yang berbeda. Kadang saat kita sudah memberikan yang terbaik, tetap saja datang pengalaman negatif. Ada faktor LUCK yang nggak bisa kita hindari. Nanti aku bahas juga tentang faktor LUCK ini menurut pandanganku. Yang penting saat hal negatif ini datang, aku tidak lagi menyalahkan masa lalu. Aku fokus pada masa ini dan mencoba menyelesaikan masalahnya. Tujuanku hanya satu, biar aku hidup tenang 😌😌

Getaggt mit , , , , ,

Menikmati Hari Ini

Sudah hampir setahun ini aku menjalani motto kehidupan: Menikmati Hari Ini. Belajar untuk nggak menyesali masa lalu, tidak memusingkan masa depan, tapi menikmati hari ini dan fokus pada saat ini. Dan ternyata itu nggak mudah, tapi sejak mulai menerapi hal ini setiap hari hidupku jadi makin tenang 😌

Salah satu yang aku jalani tentunya ‚Menikmati Hari Ini‘ dengan anak-anak. Aku banyak banget berdikusi sama Matt (namanya aku singkat aja ya), gimana biar fokus antara keluarga dan diri sendiri itu seimbang. Bukan cuma mikirin anak terus dan anak selalu jadi prioritas utama. Berfokus pada diri sendiri itu juga penting dan itu bukan egois. Dengan menyeimbangkan kepentingan masing-masing, membuat kami sekeluarga juga bahagia.

Saat aku berdiskusi ini, pertanyaan pertama yang kita bahas adalah hal-hal penting apa yang tidak bisa ditoleransi sama aku dan Matt. Contohnya untuk aku adalah kerja. Aku harus kerja biar aku tetep waras 🙂 Aku harus punya kegiatan lain selain beresin rumah, masak dan jagain anak. Itu point terpentingku.

Lalu aku menganalisa:

Gimana kerjaanku sebelum cuti melahirkan ini?

Apa aku puas?

Apa aku bisa bagi waktu dengan keluarga, kalau aku balik kerja yang dulu?

Apa ada opsi untuk kerja part-time?

Apa masih ada sesuatu yang aku inginkan?

Dan masih banyak pertanyaan lain yang semuanya tentang aku. Aku selalu mulai memikirkan sesuatu dengan fokus pada diriku dulu. Dan ini menurutku ini nggak egois! Karena setelah tau apa yang aku mau, aku bisa bikin prioritas: Apa yang bisa dilakukan sekarang, apa yang bisa diubah dan apa yang masih harus ditunda.

Setelah aku tau apa yang aku mau, baru aku mulai memikirkan: Apakah keinginanku baik untuk keluargaku? Apakah aku bisa bagi waktu dengan keluarga? Siapa yang mengerjakan perkerjaan rumah tangga? Kapan bagi waktu untuk anak? Kalau anak sakit, siapa yang bisa jagain anak?

Proses kedua ini pokoknya semua yang bersangkutan dengan keluarga inti (suami dan anak-anak). Semua yang ada dipikiranku ini selalu aku bagi sama Matt. Jadi dari awal dia selalu aku libatkan dalam semua pertimbangan-pertimbangan dalam mengambil keputusan. Begitu pula dengan Matt yang selalu melibatkan aku. Setelah itu aku dan Matt mengambil keputusan yang kami yakin itu terbaik untuk keluarga kami.

Keputusan yang kami ambil nggak selamanya memuaskan, tapi kami percaya keputusan kami adalah pilihan terbaik untuk kami dan anak-anak. Dan setiap keputusan itu pasti ada konsekuensinya. Tentunya sebelum mengambil keputusan, kami pikirin juga plus dan minusnya. Jadi kita bisa meminimalisirkan kemungkinan menyesal kemudian hari.

Dan kunci utamanya adalah komunikasi. Ini merupakan sesuatu yang perlu aku pelajari banget, karena aku dari kecil nggak biasa ngungkapin perasaan dan keinginanku. Tapi sejak lebih bisa berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan, hidupku jadi lebih tenang 😌

Saat aku udah menemukan jawaban, apa yang aku mau, aku langsung mencari peluang-peluang yang ada. Hingga aku memutuskan untuk balik kerja lagi dari awal September kemarin, tapi di perusahaan baru. Banyak banget yang heran dan bertanya kok malah keluar dari comfort zone, bukannya lebih aman kalo balik ke tempat kerja yang lama, dll. Ya aku jawabnya hanya kalau ini semua udah dipertimbangkan baik dan buruknya untuk aku dan keluargaku. Dan kami sampai dikeputusan kalau mulai ditempat yang baru akan lebih baik kedepannya untuk aku dan keluargaku 🙂

Sejak mulai ditempat yang barupun aku nggak membandingkan dengan yang lama. Aku menikmati hal-hal baru yang bisa aku pelajari. Aku menikmati waktu setelah kerja dengan anak-anakku. Dan aku memutuskan untuk tidak merisaukan masa depan. Aku menikmati hari ini 😌

Getaggt mit , , , ,

Saya Bukan Kamu

Jaman sekarang dengan banyaknya social media jadi banyak juga yang membanding-bandingkan hidupnya dengan orang lain. Masalahnya yang ditampilkan di social media biasanya hanya sebagian kecil dari kehidupan sebenarnya. Dengan mengikuti social media seseorang bukan berarti kita bener-bener tau semua tentang orang itu.

Ada orang yang posting kalau pas jalan-jalan aja. Jadi dipikiran banyak orang lalo dia kerjaannya jalan-jalan doang. Padahal apa bener isi hidupnya jalan-jalan aja? Mungkin aja selama lagi nggak jalan-jalan orang itu kerja gila-gilaan dan lembur terus, tapi tentang hal itu nggak pernah diunggah di social medianya dia.

Atau ada orang yang kerjanya ngomel-ngomel terus di social media. Apa iya dia nggak ada ketawanya? Apa iya sepanjang hari cuma bad mood terus? Mungkin iya mungkin tidak. Dari social media kita nggak akan pernah tau.

Jadi saat kita komentar ‚ihhh si A enak ya’ atau ‚ihhh kasian sama si B’, coba pikir ulang apa iya seenak itu?? Apa iya kesian itu? Atau itu hanya postingan di social media aja? Si A atau si B sendiri ngerasa biasa-biasa aja.

Kalau gue sendiri percaya semua hidup ada enak dan nggaknya. Nggak ada hidup yang enakkk terus atau hidup yang susahhh terus. Semua ada porsinya, tapi interpretasi orangkan beda-beda disetiap keadaan. Nahh itu yang bedain juga cara pengungkapannya dan itu yang bedain juga gimana anggapan orang.

Kalo gue posting sesuatu tentang kerjaan, pasti anggepan orang beda-beda. Ada yang bilang ihhh kasian kerja terus dan nggak ada dunia lain. Atau ada yang bilang wahhh keren ya udah punya dua anak masih bisa kerja. Atau yang sinis bilang kasian anak-anaknya. Kalo kayak gitu mah nggak usah punya anak. Satu postingan tapi pandangan orang beda-beda.

Nahh yang jadi masalah tentunya kalau postingan seseorang bikin kamu minder, bandingin diri sendiri dengan orang lain atau malah bikin kamu iri dan nggak bahagia. Kalo gue prinsipnya: Gue lakuin yang gua suka. Gue cuma bertanggung jawab sama diri gue dan keluarga gue. Jadi apapun yang gue lalukan atau putuskan, pasti gue akan timbang-timbang positif dan negatifnya. Baik buat diri gue sendiri, buat suami gue dan juga buat anak-anak gue. Porsinya seberapa tergantung keadaan.

Kalau orang lain bisa belum tentu gue bisa. Setiap orang punya privilege yang beda-beda, setiap orang punya keberuntungan yang beda-beda dan setiap orang punya kesempatan yang berbeda-beda. Karena itu aku bukan kamu dan kamu bukan aku.

Daripada sibuk bandingin diri sendiri dengan orang lain, apalagi bandiginnya sama postingan di social media. Lebih baik kita lebih menikmati hari ini dan belajar mencari peluang untuk masa depan yang lebih baik. Tapi jangan lupa… Lebih baik dalam versi kamu ♥️